INIGRESIK.COM – Di tengah arus zaman yang serba cepat dan digital, secuil masa lalu justru hadir menyapa masa kini dengan khidmat. Pesantren Qomaruddin, bersama Manuskripedia.id, menggelar pameran dan seminar bertema “Menjawab Tantangan Zaman: dari Tradisi Sorogan hingga Turats di Genggaman” pada 24–25 Mei 2025. Bukan sekadar agenda ilmiah, acara ini menjadi semacam haji kecil bagi para pecinta sejarah, manuskrip, dan warisan intelektual Islam Nusantara.
Ketika Kitab Kuno dan Arsip Tua Bicara Lagi
Pameran Turats Ulama Nusantara & Arsip Nahdlatoel Oelama’ yang digelar di kompleks pesantren menjadi jendela waktu yang memikat. Di balik kaca pameran, pengunjung disambut kitab kuno, dokumen sejarah, dan naskah perdebatan antar-ulama yang pernah menggetarkan ruang-ruang diskusi Islam Indonesia awal abad ke-20.
Ada Qanun Asasi NU dari 1957—semacam konstitusi mini yang menjadi saksi NU menapaki politik nasional. Ada pula potongan sejarah kontroversial dari Cirebon tahun 1935, saat KH Wahhab Chasbullah beradu argumen tajam dengan tokoh Al-Irsyad dan Persis. Tak hanya dokumentasi intelektual, suasana sosial masa lampau pun direkam lewat majalah-majalah seperti Soeara Nahdlatoel Oelama dan kartu anggota Muslimat era awal.
Diskusi yang Menyala, Tradisi yang Menyapa Masa Depan
Tak kalah menarik dari artefaknya adalah sesi seminar yang membicarakan bagaimana tradisi bisa bersinergi dengan teknologi. Wahyu Muryadi, pendiri Manuskripedia, membuka diskusi dengan penekanan pada pentingnya menyuarakan kembali turats, bukan sekadar menyimpannya di rak.
“Anak muda zaman sekarang tak cukup hanya tahu, tapi perlu menghidupkan warisan keilmuan itu dalam realitas kekinian,” katanya.
Dukungan pemikiran datang dari Lora Usman Hasan Al-Akhyari, Gus Kholili Kholil, dan Kiai Mudhofar Utsman yang menyuarakan pentingnya tahqīq, digitalisasi, dan integrasi teknologi sebagai jembatan antara sorogan dan cloud server. Pesantren, menurut mereka, harus menjadi laboratorium tradisi yang lentur namun kuat menahan terpaan zaman.
Dari Pegon ke Piksel: Komitmen Kolektif Digitalisasi Warisan Islam
Tak hanya bicara, langkah konkret pun diambil. Penandatanganan MoU antara Manuskripedia, TPPKP Qomaruddin, dan Universitas Qomaruddin menjadi semacam “baiat digital” dalam misi pelestarian manuskrip Islam Nusantara. Digitalisasi, riset, dan publikasi menjadi agenda bersama agar warisan ulama tidak tenggelam dalam debu rak, tapi bersinar di layar-layar generasi penerus.
Ayung Notonegoro, tokoh Komunitas Pegon, menyampaikan bahwa turats bukan warisan eksklusif lembaga tertentu, melainkan milik kolektif umat. “Ia harus dirawat bersama, dan dibaca kembali dengan kesadaran zaman,” ujarnya.
Menanam Akar di Dunia Maya, Menumbuhkan Warisan di Hati Umat
Lewat pameran dan diskusi ini, Qomaruddin dan Manuskripedia membuktikan bahwa pelestarian turats bukan urusan nostalgia atau romantisme masa lalu. Ia adalah proyek strategis membangun masa depan Islam Indonesia yang kuat dalam akar dan lentur dalam cabang. Dari pesantren ke publik digital, dari naskah ke narasi, warisan ulama kini kembali bersuara.
